Total Tayangan Halaman

Selamat Datang Bagi Semua

Blog ini berisi konten-konten yang menarik dari berbagai sumber, yang mungkin bisa bermanfaat bagi para pembaca sekalian..

Jumat, 03 Desember 2010

Tips Membeli Obat, Agar Tidak Terkecoh Saat Membeli Obat

Agar tak Terkecoh Saat Membeli Obat

Setiap orang yang memeriksakan diri ke dokter tentu memiliki harapan da pat kembali merasakan nikmat sehat. Namun, ada kalanya obat yang dokter resepkan ternyata tidak manjur. Meski ada kemungkinan lain, obat palsu juga dapat menjadi alternatif penyebabnya.

Hendra yang diabetesi pernah mengalaminya. Ia tergiur dengan harga obat yang lebih murah di toko obat. "Selisihnya dengan di apotek sekitar Rp 20 ribu untuk satu dus obat pengontrol kadar gula darah," kenangnya. Hendra mengira perbedaan harga yang signifikan itu sesuatu yang wajar. Sebab, tempat penjualan obat yang didatanginya terletak di kawasan Pasar Jatinegara, Jakarta Timur. "Sewa tokonya saja pasti lebih murah daripada apotek yang berpendingin ruangan."

Dugaan Hendra keliru. Rupanya, obat tersebut murah lantaran palsu. "Setelah satu minggu mengonsumsinya, hasil pemeriksaan kadar gula darah saya malah tinggi," keluhnya. Hendra pun mencermati kembali obat yang dibelinya dengan harga lebih murah itu. Ia membandingkannya dengan kemasan obat yang didapatkannya dari apotek. "Nyaris tidak ada perbedaan yang berarti kecuali hurufnya yang lebih kecil," urainya.

Dra Lucky Slamet MSc mengungkapkan obat palsu memang sukar dikenali. Terkadang, kemasan hingga fisik obat terlihat serupa dengan aslinya namun isinya hanya mengandung tepung. "Tetapi, ada juga yang produknya tampak jelas mencurigakan secara fisik," urai deputi bidang Pengawasan Produk Terapeutik dan Napza Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ini.

Lantas, bagaimana cara memastikan keaslian obat? Lucky mengatakan hanya uji laboratorium yang bisa mengungkapkan secara gamblang produk mana yang palsu. "BPOM secara berkala melakukan sampling obat dan membeli secara menyamar untuk menjaring obat palsu yang beredar di masyarakat."

Lantaran sukar mengenali obat palsu, BPOM memberikan tips sederhana bagi masyarakat. Utamanya, konsumen kesehatan diimbau untuk membeli obat resep dokter hanya di apotek yang terdaftar. "Obat asli tidak akan masuk ke rumah obat yang tidak terdaftar," cetus Lucky dalam diskusi media beberapa waktu lalu (22/11) di Jakarta.

Merugikan

Pemalsu melakukan banyak trik dalam mengelabui konsumen obat. Mereka dapat meniru secara persis obat asli lalu menjualnya dengan merek yang sama ataupun mencaplok nama perusahaan farmasi lain. "Mafia obat palsu juga bisa mengurangi kadar zat aktif serta meniadakan atau mengganti zat aktif," ungkap Dr Slamet SH MH Kes.

Obat disebut palsu andaikan memiliki kualitas yang sangat berbeda. Pun, ketika ia menjadi tiruan obat aslinya. "Keberadaan zat aktif sayangnya belum tercakup dalam peraturan menteri kesehatan tentang obat palsu," sesal sekretaris jenderal Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ini.

Slamet menyatakan obat palsu sangat merugikan masyarakat dan dokter. Obat palsu bisa membuat pasien tidak teredakan keluhannya. "Akibatnya, mereka hilang kepercayaan kepada dokter yang meresepkan." Apa dampak konsumsi obat palsu? Efeknya bisa jadi ringan namun dapat pula mengancam nyawa. "Selama obat yang dipalsukan bukan zat aktifnya maka tidak membahayakan kesehatan," komentar Slamet.

Obat palsu berdampak langsung pada kesehatan orang yang mengonsumsinya. Seperti Hendra yang gagal mengendalikan kadar gula darahnya. "Akan sangat membahayakan kesehatan jika yang dipalsukan adalah zat aktif dari obat keras atau psikotropika," cetus Slamet.

Sementara itu, Parulian Simanjuntak menyatakan obat palsu dapat mendatangkan efek yang beragam tergantung bahan yang dipakai dalam pembuatannya. Pada antibiotik yang kadarnya tidak sesuai, risiko resistensi akan mencuat. "Lalu, pada obat lain dapat menimbulkan kecacatan bahkan kematian," papar ketua International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG).

Parulian tidak dapat mengungkapkan besaran kasus kematian terkait obat palsu. Sebab, datanya memang tidak tersedia. "Kematian akibat obat palsu biasanya tercatat sebagai akibat dari penyakit yang dideritanya." ed: nina chairani Banyak Dipalsu akinkah Anda akan keaslian obat yang ada di tangan? Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapeutik dan Napza Badan Pengawas Obat dan Makanan, Lucky Slamet, mengimbau masyarakat agar lebih jeli dalam mem beli obat. ”Sebab, pemalsuan dapat terjadi baik pada obat paten, generik, obat bebas, maupun obat tradisional.” Prof Dra Arini Setiawati PhD juga mensinyalir hal serupa. Modus para pemalsu terpetakan secara jelas.

”Mereka mengincar obat-obatan yang laris,” tutur kepala Unit Studi Klinis Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini dalam kesempatan berbeda. Obat laris merupakan obat yang dipakai secara berkelanjutan oleh masyarakat. Termasuk didalamnya obat malaria, antiretroviral, anti tuberkulosis, analgesik, dan antibiotik. ”Juga obat hipertensi dan diabetes,” imbuh Lucky.

Demi keuntungan berlimpah, pemalsu obat sengaja menyasar kelompok obat penyelamat nyawa (life saving). Selain itu, mereka juga melirik produk farmasi terkait gaya hidup. ”Seperti suplemen atau obat yang mendongkrak gairah dan stamina pria,” tutur Lucky.

Agar tidak Terkecoh

Obat yang paling mahal ialah yang tidak manjur. Anda sepakat dengan pernyataan tersebut? Jika iya, mari tingkatkan kewaspadaan terhadap konsumsi obat palsu. Bagaimana caranya? Tulus Abadi selaku pengurus harian Yayasan Pemberdayaan Konsumen Indonesia (YLKI) dan Dra Lucky Slamet MSc dari BPOM memberikan tipsnya:

  1. Jangan mudah tergiur dengan khasiat obat. Label atau iklan dengan klaim khasiat muluk seringkali merupakan jebakan yang sengaja dipasang mafia obat palsu.
  2. Obat palsu sukar dikenali dari penampakan fisiknya. Uji laboratorium diperlukan untuk mengenali kebenaran kandungan atau bahan aktif obat. Karenanya, dapatkan obat dari sumber yang terpercaya.
  3. Obat resep dokter lebih terjamin keamanannya saat ditebus di apotek terdaftar.
  4. Kembali konsultasi ke dokter jika kondisi Anda tidak membaik atau memburuk setelah mengonsumsi obat yang diresepkan. Misalnya, darah tinggi Anda tidak turun meski telah mengikuti anjuran dokter atau rasa sakit tidak reda dengan analgesik yang telah diminum.
  5. Buang obat sisa dan rusak kemasannya. Ini akan menghindari penyalahgunaan oleh mafia obat palsu.

Sumber : http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/10/11/30/149601-agar-tak-terkecoh-saat-membeli-obat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar